Commemorating Kartini's day several years ago, writer was interviewed by one radio station in Bandung above recommendation friend. Nothing special at his questions, even most already ever writer peeled at writings previous. One was is roughly what responses RA Kartini when alone he still alive and chance witnessed women nowadays. Clearly only, he will sad because warning about only interpreted with wearing kebaya only. Even practically it represents harassment against styles dressed feudal in age.
Questions remainder not so writer remember anymore. But one questions which according writer answer standard aja, but apparently announcer comprising two guy voiced resemble gives responses outside allegation writer. A question about how with phenomenon that still exist guy likes humbles women. Easy for answer. There action definitely no reaction. When nobody likes merendahkah definitely exist object indeed liked demeaned. Already boyfriend liked humbles, uh ... girlfriend any indeed delighted if demeaned. Fit.
Bagoooosss! That reactions both announcer boys these. Because facts indeed so many occurrence involving creature with two sexes. Although there third gender already began recognized widely (transvestites alias ladybodys) but it outs of the topic deh. When characterizable meticulously! Lo nobody culpable between kinds Adam and Eve this. Yang chick blaming people Adam who liked belittles herself. Si guy blaming the Hawa who emang fishing self for harassed. Dear ... this so kayak sophist concerning Which ahead exit, eggs or chicken?
... Yang chick blaming people Adam who liked belittles herself. Si guy blaming the Hawa who emang fishing self for harassed ...
Mending we focus aja with dots same who makes problem gap male and this woman emerged. Freedom, was one from yarn red could withdrawn from problem. Equivalency, it is yarns red another. Freedom and equivalence is two words tantalizing which often make human lovelorn. Encyclopedia for behaving and behave and equivalents with men becoming whatever dimau.
Si guy also not outdone dong. Encyclopedia looked (albeit with nuances belittles) and treats girl. Kan equally idealize freedom. Equivalency also same. Where boys can, chick definitely also can. No cares whether something violate fitrah humanitarian what enggak. Important kudu exactly matches bloke.
Had Kartini alive, definitely he so dizzy with developments struggle first that. 'Feelings not gini deh want i', so suppose-suppose contents mind. Women so encyclopedia too far and demanding equality which sometimes not rational anymore. Just because guy not could pregnant, chick soon becomes ogah pregnant. Let equivalents reason. Duh .. duh ... proper course mother will grieve. Medium writer just follow-up miris when viewing soccer lunge people writer whatnot who fought with ideas equivalence gender. Because seemed struggle woman become street in places if unspeakable instead experiencing setbacks. Ohh women, your fate now ... [Riafariana / VOA-islam.com]
*******************************************************************************
Versi Indonesia
Memperingati hari Kartini beberapa tahun yang lalu, penulis sempat diwawancarai oleh salah satu stasiun radio di Bandung atas rekomendasi teman. Tidak ada yang istimewa di pertanyaan-pertanyaannya, bahkan sebagian besar sudah pernah penulis kupas di tulisan-tulisan sebelumnya. Salah satunya adalah kira-kira apa tanggapan RA Kartini bila saja beliau masih hidup dan sempat menyaksikan perempuan-perempuan zaman sekarang. Jelas saja, beliau akan sedih karena peringatan tentangnya hanya dimaknai dengan memakai baju kebaya saja. Bahkan bisa dibilang itu merupakan pelecehan terhadap gaya berpakaian feodal di zaman itu.
Pertanyaan selebihnya tidak begitu penulis ingat lagi. Tapi ada satu pertanyaan yang menurut penulis jawabannya standard aja, namun ternyata penyiarnya yang terdiri dari dua cowok bersuara mirip memberi tanggapan di luar dugaan penulis. Sebuah pertanyaan tentang bagaimana dengan fenomena bahwa masih ada cowok yang suka merendahkan perempuan. Gampang saja jawabannya. Ada aksi pasti ada reaksi. Bila ada yang suka merendahkah pasti ada objek yang memang suka direndahkan. Sudah cowoknya suka merendahkan, eh…ceweknya pun memang senang bila direndahkan. Klop.
Bagoooosss! Itu reaksi kedua penyiar cowok tersebut. Karena faktanya memang begitu banyak kejadian yang melibatkan makhluk dengan dua jenis kelamin yang berbeda. Meskipun ada jenis kelamin ketiga yang sudah mulai diakui secara luas (wadam alias waria) namun itu out of the topic deh. Bila dirunut dengan teliti, sesungguhnya tak ada yang patut dipersalahkan antara jenis Adam dan Hawa ini. Yang cewek menyalahkan kaum Adam yang suka melecehkan dirinya. Si cowok menyalahkan kaum Hawa yang emang memancing diri untuk dilecehkan. Walah…ini jadi kayak debat kusir tentang mana yang duluan keluar, telur ataukah ayam?
… Yang cewek menyalahkan kaum Adam yang suka melecehkan dirinya. Si cowok menyalahkan kaum Hawa yang emang memancing diri untuk dilecehkan…
Mending kita fokus aja dengan titik-titik yang sama yang menjadikan masalah kesenjangan laki-laki dan perempuan ini muncul. Kebebasan, itu salah satu dari benang merah yang bisa ditarik dari masalah ini. Kesetaraan, itu adalah benang merah yang lain. Kebebasan dan kesetaraan adalah dua kata menggiurkan yang sering membuat manusia mabuk kepayang. Bebas untuk bersikap dan bertingkah laku dan setara dengan laki-laki untuk menjadi apa pun yang dimau.
Si cowok juga gak mau kalah dong. Bebas memandang (meski dengan nuansa melecehkan) dan memperlakukan si cewek. Kan sama-sama menjunjung tinggi kebebasan. Kesetaraan juga sama saja. Di mana cowok bisa, cewek pasti juga bisa. Gak peduli apakah sesuatu itu melanggar fitrah kemanusiaan apa enggak. Yang penting kudu sama persis dengan cowok.
Andai Kartini masih hidup, pasti ia jadi pusing dengan perkembangan perjuangannya dulu itu. ‘Perasaan nggak gini deh mau gue’, begitu kira-kira isi benaknya. Perempuan jadi bebas kebablasan dan menuntut kesetaraan yang kadang nggak rasional lagi. Hanya karena cowok gak bisa hamil, cewek pun jadi ogah hamil. Biar setara alasannya. Duh..duh…pantas saja sang ibu akan bersedih hati. Sedang penulis saja ikutan miris bila melihat sepak terjang kaum penulis yang entah apa lagi yang diperjuangkannya dengan ide kesetaraan gender. Karena sepertinya perjuangan perempuan menjadi jalan di tempat kalau tak bisa dikatakan malah mengalami kemunduran. Ohh perempuan, nasibmu kini... [riafariana/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar